UU tentang Kode Etik Akuntan Publik
Menghadapi era IFRS
Akuntan Publik adalah
seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No5 Tahun2011. Di dalam UU tersebut terdapat
peraturan-peraturan yang harus di patuhi oleh akuntan public. Maka dari itu,
muncullah suatu organisasi Ikatan Akuntansi Indonesia yang mengungkapkan bahwa menjadi
seoarang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan
melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan. Dan muncullah yang namanya
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Kode Etik Ikatan
Akuntansi Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan
dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan
dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Prinsip ini meminta
komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan
pribadi. Prinsip- prinsip tersebut adalah:
Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Prinsip Ketiga – Integritas
Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung-jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
Prinsip Kelima – Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan
praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak dan kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berprilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Tantangan Akuntan Publik dalam Menghadapi
Era IFRS
Seperti yang dikatakan
Hanihani, tekad Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sudah mulai menghadapi
berbagai tantangan semenjak pertama kali diberlakukannya IFRS yaitu pada tahun
2012 bagi kalangan akuntansi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyak hal
yang perlu diubah dari prinsip yang saat ini berlaku ke dalam IFRS. Beberapa
hal tersebut seperti:
- Penggunaan Fair-value Basis dalam
penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan lain-lain,
sementara sampai dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih
menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri
belum memiliki definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang
pengukuran berdasarkan nilai wajar ini.
- Jenis
laporan keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba
dan Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam
draft usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba Komprehensif,
Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan, dan Neraca
Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan pada
susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan
Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan
Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi dan
Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan
investasi), Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha.
- Perpajakan
perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan
IFRS maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis
Dengan melihat perbedaan tersebut, bisa dikatakan
Akutansi Publik Indonesia memerlukan dorongan akademisi untuk mengupdate bahan
ajar yang merefleksikan perubahan dunia yang riil dalam lingkungan bisnis agar
dapat merefleksikan perkembangan baru seperti meningkatnya penggunaan IFRS.
Tantangan tersebut akan lebih terasa pada tahun 2015, yaitu pada saat
diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) semua Akuntansi Publik ASEAN
dapat bekerja di seluruh negara ASEAN, sehingga meningkatnya persaingan bagi
Akuntansi Publik di Indonesia terutama bagi Akuntansi Publik Asing yang lebih
mampu menggunakan IFRS dibandingkan Akuntansi Publik Indonesia.